INILAHCOM, Jakarta - Penyelesaian sengketa pengelolaan Pelabuhan Marunda bakal dibawa ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), jika kementerian dan BUMN yang tidak menjalankan rekomendasi Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi.
Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus Ketua Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi mengatakan, pihaknya telah banyak menyelesaikan persoalan sengketa terkait investasi. Dari penyelesaian itu, ada Rp659,9 triliun nilai investasi yang berhasil diselamatkan.
Meski demikian, dia mengakui masih ada keputusan Pokja IV yang hingga kini masih sulit dieksekusi. Penyebab sulitnya penyelesaian persoalan tersebut disebabkan hasil rekomendasi tidak ditindaklanjuti oleh kalangan internal pemerintah.
"Ini yang nanti saya dan Pak Menko (Menteri Perekonomian Darmin Naustion) akan rapat. Pak Menko sudah setuju kita bawa ke rapat menteri bila perlu kita bawa ke rapat terbatas supaya kementerian, BUMN, yang sudah kita putuskan tidak menghargai keputusan Pokja ya nanti kita minta biar Presiden yang memerintahkan. Karena kalau tidak, susah," ujarnya dalam keterangan, Selasa (6/11/2018).
Dia mengaku banyak menerima pengaduan dan keluhan dari beberapa pengusaha khususnya yang mengalami beberapa persoalan ketika melaksanakan investasi seperti pemaksaan perubahan kontrak, kepastian hukum, serta gugat menggugat di badan arbitrase maupun di pengadilan hukum.
Untuk menyelesaikan itu, lanjutnya, forum konsultasi seperti yang dijalankan oleh Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi, mengambil peran agar proses investasi pihak swasta yang tengah digencarkan oleh pemerintah dapat berjalan dengan lancar.
"Jalur hukum yang diambil itu memiliki kewenangan tersendiri tapi di forum konsultasi bisa kita bicarakan," paparnya.
Pada 17 Juli, hasil rapat Pokja IV mengeluarkan rekomendasi terkait penyelesaian sengketa tersebut. Pertama, disebutkan bahwa permasalahan hukum yang terjadi di antara PT Kawasan Berikat Nusantasa (KBN) dan PT Karya Cipta Nusantara (KCN) tidak boleh menghambat pembangunan proyek strategis nasional (Pier 2 dan Pier 3).
Kedua, Kepala BPK melakukan audit kemungkinan terjadinya kerugian negara dengan adanya perjanjian pembentukan perusahaan patungan (JVC) antara KBN dan PT Karya Teknik Utama (KTU) yang membentuk badan usaha KCN dalam pembangunan pelabuhan umum di Tanjung Priok. Ketiga, Gubernur DKI Jakarta melaksanakan rekomendasi Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Umum Tanjung Priok sesuai No.AI.001/24/0/OP.TPK.18 tertanggal 26 Juni 2018.
Rekomendasi selanjutnya mendorong Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN memberikan penjelasan terkait batas wilayah KBN sebagaimana diatur dalam Kepres No.11/1992 kepada para pihak, dan melaporkan proses pengajuan HPL oleh KSOP kepada Pokja IV.
Kelima, yaitu kepada Kabareskrim/Kapolda Metro Jaya untuk menuntaskan penanganan kasus terkait pelaporan penyelewengan dana di KCN, serta memberikan jaminan keamanan kelanjutan pembangunan Pier 2 dan Pier 3 terminal umum KCN.
Keenam, Dirut KCN dan Dirut KBN masing-masing membuat proposal penyelesaian permasalahan sehingga tidak menghambat pembangunan Pier 2 dan Pier 3 terminal umum KCN. Terakhir, rekomendasi tersebut adalah untuk sekretaris Pokja IV agar memfasilitasi pertemuan KBN dan KCN untuk menyelesaikan permasalahan agar proyek strategis nasional bisa berlanjut dengan prinsip saling menguntungkan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Asman Natawijana mengatakan sengketa investasi antara pihak swasta dan BUMN bisa memicu ketidakpercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia. Ke depan, lanjutnya, supaya persoalan sengketa ini tidak terjadi pada investasi yang lain, baik BUMN dan pihak swasta harus sama-sama membahas hak dan kewajiban masing-masing secara terukur sehingga di masa mendatang tidak perlu ada upaya untuk mengubah kontrak dan berakhir pada persoalan hukum.
"Harus sama-sama patuh," katanya saat dikonfirmasi terpisah.
Sengketa antara KBN versus KCN bermula terkait porsi kepemilikan saham PT KCN yang merupakan perusahaan patungan antara KBN dan KTU, di mana KTU sebagai mitra swasta telah memenangi tender KBN atas pengembangan Kawasan C01 Marunda pada tahun 2004 lewat tender yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut.
Kedua badan usaha itu kemudian bersepakat membentuk usaha patungan KCN, dengan ketentuan bahwa KTU menyediakan seluruh pendanaan pembangunan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan serta pengembangan dermaga, sekaligus kepemilikan 85 persen saham. Sedangkan KBN mempunyai 15 persen saham hanya dengan menyetorkan modal berupa goodwill garis pantai dari Sungai Blencong hingga Cakung Drain, dengan porsi saham yang tak terdelusi meski ada penambahan modal oleh PT KTU.
Pada 2016, setelah pembangunan Pier I dirampungkan, KCN yang berstatus Badan Usaha Pelabuhan kemudian ditunjuk oleh Budi Karya untuk melakukan konsesi. Persoalannya, pada tahun ini, KBN malah menggugat konsesi tersebut.[jat]
Baca Kelanjutan Kata Yasonna Soal Sengketa Pelabuhan Marunda : https://ift.tt/2RBKBVSBagikan Berita Ini
0 Response to "Kata Yasonna Soal Sengketa Pelabuhan Marunda"
Posting Komentar