INILAH.COM, Jakarta - Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 23 tahun 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rusun (PPRS), dan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rusun Milik masih menuai kontroversi.
Terbitnya peraturan tentang PPRS dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh sekelompok orang demi kepentingan pribadi dan golongan, yang ingin mengelola Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
"Potensi dana dari biaya pengelolaan gedung atau Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dalam sebulan diperkirakan mencapai miliaran rupiah," kata pengamat hukum properti, Erwin Kallo di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Menurut dia, peraturan ini diduga dijadikan alat bagi oknum-oknum yang memiliki niat menguasai P3SRS. Dalam Pergub tersebut mewajibkan pengembang apartemen mengembalikan pengelolaan ke warga.
''Secara sistematis terlihat upaya oknum-oknum untuk merebut pengelolaan P3SRS. Nuansa itu ada dan terlihat terstruktur. Ada oknum-oknum yang berlindung di balik Pergub 132, yang ternyata mereka juga memiliki apartemen dan ingin merebut pengelolaan,'' terang Erwin.
Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Mualim Wijoyo, mengatakan ada salah kaprah lantaran menginginkan pengembang tidak terlalu mendominasi dalam mengambil keputusan saat pengembangan dan pengelolaan apartemen.
Menurutnya, pengembang menginginkan apartemen/rusun yang dibangunnya bisa terus terjaga dan terkelola dengan baik. Jika pengelolaannya tidak baik, maka nama pengembang yang akan tercoreng dan sulit untuk membangun atau menjual produk apartemen di masa yang akan datang. Para pengembang menolak aturan one man one vote yang justru diamanatkan dalam Permen No 23/2018 dan Pergub No 132/2018.
"Sedangkan UU 20/2011 Pemilihan Pengurus PPPSRS tidak diamanatkan, namun Permen 23/2018 dan pergub 132/2018 justru menambahkan hal tersebut, menurut saya itu bertentangan dengan UU," kata Mualim.
Kritik terhadap peraturan itu juga telah disampaikan oleh pemilik salah satu apartemen di Jakarta dan juga advokat, Razman Arif Nasution. Dia mengaku sejak tinggal di apartemen tahun 2010, tidak ada masalah berarti yang muncul.
Menurutnya, P3SRS yang ada juga berjalan dengan baik dan transparan. Tetapi dengan hadirnya Pergub 132 tahun 2018 yang memaksa adanya Rapat Umum Anggota Luar Biasa untuk seluruh apartemen di Jakarta justru memunculkan kekisruhan.
Razman pun meminta Pergub ini dapat dikaji ulang. Dia mengatakan, secara keseluruhan Pergub itu sudah sangat baik. Hanya saja, ia mengkritisi Pasal 4 ayat 2 Pergub yang menyatakan P3SRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola dalam mengelola apartemen yang membuat banyak orang menjadi berbondong-bondong untuk membentuk P3SRS.
Padahal, mengelola apartemen bukanlah hal yang mudah. Perlu badan atau orang yang profesional dalam melakukan pengelolaan.
"Tidak mudah mengurus lift, mengurus gedung, mengurus seluruh fasilitas dan mengurus hal-hal penting lainnya yang terkait keamanan dan layanan untuk penghuni yang jumlahnya ribuan," ujarnya.
Baca Kelanjutan Kontroversi, Peraturan PPRS Hendaknya Dikaji Ulang : https://ift.tt/2UoXTtJBagikan Berita Ini
0 Response to "Kontroversi, Peraturan PPRS Hendaknya Dikaji Ulang"
Posting Komentar