JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan bahwa mayoritas publik menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sebanyak 58,7 persen responden menyatakan tidak setuju harga BBM dinaikkan meskipun berpotensi menambah beban utang pemerintah.
"Hampir 60 persen masyarakat menyatakan sebaiknya BBM enggak usah dinaikan walaupun itu akan menambah utang," papar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei, Minggu (4/9/2022).
Baca juga: Siap-siap, Harga Sembako Bakal Melonjak Imbas Kenaikan BBM
Adapun 58,7 persen responden itu berpendapat, meski harga bahan bakar dunia saat ini mengalami peningkatan, pemerintah harus berupaya agar harga bahan bakar di Indonesia tidak dinaikkan.
Sementara, ada 26,5 persen responden yang menilai bahwa dengan harga bahan bakar dunia saat ini yang mengalami peningkatan, maka untuk mengurangi beban APBN sebaiknya harga bahan bakar juga dinaikkan.
Di sisi lain, ada sebanyak 14,8 persen responden yang tidak menjawab atau tidak tahu terkait hal ini.
"Saya kira, nanti kita lihat apakah keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, terutama pertalite dan solar nanti punya efek negatif terhadap kepuasan kinerja presiden. Itu baru bisa kita lihat beberapa waktu ke depan," kata Djayadi.
Adapun survei ini dilakukan pada 13-21 Agustus terhadap 1.220 responden menggunakan motode multistage random sampling dengan margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Baca juga: Tiket Bus di Terminal Giwangan Yogyakarta Naik Rp 50.000 akibat Kenaikan Harga BBM
Sebelumnya, ada tiga jenis BBM yang harganya dinaikkan oleh pemerintah yakni Pertalite, Solar, dan Pertamax.
Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Dengan kenaikan ini, sebagian subsidi BBM bakal dialihkan untuk 3 jenis bantuan sosial (bansos).
Pemerintah menilai, pengalihan sebagian anggaran menjadi bansos agar subsidi yang dikucurkan bisa tepat sasaran.
"Sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022).
Pilihan terakhir
Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah telah berupaya sekuat tenaga melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia dengan menggunakan subsidi dari uang negara.
Baca juga: BBM Naik, Ojol dan Sopi Angkot di Kabupaten Malang Mengeluh: Makan Apa Kita Sama Keluarga?
Akan tetapi, tak dapat dipungkiri, hal itu berimbas pada meningkatnya anggaran subsidi dan kompensasi BBM.
Pada 2022 saja, anggarannya telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi 502,4 triliun. Angka ini diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan.
Selain itu, kata Jokowi, 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu yang memiliki mobil pribadi.
Padahal, uang negara seharusnya diprioritaskan untuk memberikan subsidi ke masyarakat kurang mampu.
"Dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit," ujar Jokowi.
"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel."harga" - Google Berita
September 04, 2022 at 04:17PM
https://ift.tt/AJZ4XMm
Survei LSI: 58,7 Persen Responden Tak Setuju Kenaikan Harga BBM - Kompas.com - Nasional Kompas.com
"harga" - Google Berita
https://ift.tt/gPXQz7Y
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Survei LSI: 58,7 Persen Responden Tak Setuju Kenaikan Harga BBM - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Posting Komentar