DUNIA silih berganti menghadapi cobaan dan tantangan. Sejak tahun 2020 peradaban kita diterpa badai Covid-19, lalu menjelma jadi gelombang naik turun angka pandemi Covid-19 seolah tak bertepi. Kita tidak mengetahui sampai kapan pandemi akan berakhir.
Namun, dampak pandemi sangat terasa pada kehidupan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dunia drop. Pada 2020, ekonomi dunia menyusut sebesar 4,3 persen, lebih dari dua setengah kali lipat dari penurunan selama krisis keuangan global 2009.
Saat berbagai negara memberlakukan lockdown pada 2020 lalu, harga minyak dunia sempat menyentuh ke level 0, bahkan minus. Namun pada tahun 2021 ekonomi perlahan mulai bergerak. Efek stimulus dari berbagai negara mendorong permintaan minyak dunia dan berbagai kebutuhan komoditas dunia naik. Tingginya kenaikan itu bahkan mengantarkan berbagai negara mengalami tekanan inflasi yang tinggi. Komoditas dunia mengalami supply and demand shock.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Tembus 118 Dollar AS Per Barrel, Tertinggi sejak 2013
Belum selesai masalah supply and demand shock atas berbagai kebutuhan komoditas utama dunia, khususnya energi, kita semua dihadapkan kenyataan peperangan antara Rusia dan Ukraina. Rusia tergabung dalam OPEC + berkontribusi besar terhadap suplai minyak dan gas dunia.
Sanksi yang diberikan sekutu dan sejumlah negara terhadap Rusia makin mengerek harga-harga komoditas utama dunia. Rusia juga dikenai sanksi untuk tidak menggunakan Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT, dampaknya akan sangat menghambat proses pembayaran minyak dan gas dari Rusia.
Situasi akan makin rumit bila Rusia menggunakan kebijakan energi mereka sebagai sanksi balasan. Data British Petroleum (BP) Statistical Review of World Energy 2021 menyebutkan, Rusia berkontribusi 12,6 persen minyak dunia atau terbesar kedua, di bawah Amerika Serikat sebesar 17 persen. Oleh karena itu, dunia harus mempertimbangkan risiko-risiko itu.
Sebelum pecah perang Rusia dengan Ukraina, International Energy Agency (IEA) telah membuat proyeksi permintaan minyak dunia akan naik ke level 100,6 juta barel per hari, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 99,7 juta barel per hari.
Apabila Rusia memilih pembeli minyak dan gasnya untuk negara tertentu saja, maka rantai pasok migas dunia akan seret. Dunia amat bergantung pada suplai migas OPEC+, namun anggota OPEC seperti Angola telah menyatakan tidak bisa menaikkan kapasitas produksinya.
Dampak ke Indonesia
Kita makin khawatir atas berbagai sanksi barat terhadap Rusia akan makin menciptakan krisis energi di dunia. Harga minyak jenis Brent telah tembus 105 dollar AS/barel, ICP sendiri telah tembus diatas 95 dollar/barel. Dampaknya di dalam negeri sangat terasa. Pertamina belum genap sebulan telah menaikkan kembali harga Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
Memang dari sisi komposisi, beberapa jenis BBM tersebut masih relatif kecil share konsumsinya. Hingga saat ini pemerintah masih mempertahankan harga Pertalite dan Pertamax 92.
"harga" - Google Berita
March 05, 2022 at 04:18PM
https://ift.tt/dPxLI1E
Mitigasi Resiko Kenaikan Harga Migas - Kompas.com - Kompas.com
"harga" - Google Berita
https://ift.tt/5tS0eCN
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mitigasi Resiko Kenaikan Harga Migas - Kompas.com - Kompas.com"
Posting Komentar