Search

Di Balik Melambungnya Harga ”Hand Sanitizer” dan Masker Saat Wabah Covid-19 - kompas.id

KOMPAS/RIZA FATHONI

Petugas melayani pembeli masker saat berlangsung operasi pasar masker yang digelar Pasar Jaya di gerai Jakmart Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Jumat (6/3/2020). Operasi pasar tersebut menjual masker seharga Rp 125.000 per boks isi 50 masker atau Rp 2.500 per masker. Pembelian dibatasi satu boks per orang dengan ketentuan membawa KTP saat membeli.

Ketersediaan produk pencuci tangan dan masker menjadi barang langka di tengah ancaman pandemi Covid-19. Sekalipun ada, ketersediaannya terbatas dan harganya melambung tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.

Rajin mencuci tangan dan menjaga kebersihan diri menjadi salah satu usaha untuk meminimalkan risiko terpapar Covid-19. Seiring dengan itu, ketersediaan sabun pencuci tangan, hand sanitizer, dan masker menjadi barang yang sulit ditemukan di apotek, toko obat, pusat perbelanjaan atau minimarket. Meningkatnya pembelian masyarakat untuk barang-barang tersebut menjadi alasan kelangkaan.

Di toko daring, ketersediaannya masih dapat ditemukan, tetapi harganya jauh lebih tinggi daripada di toko ritel atau sebelum kabar tersebarnya wabah Covid-19. Misalnya, di salah satu laman komoditas ritel, harga hand sanitizer botol 60 mililiter berkisar Rp 11.000-Rp 17.000 per botol sebelum isu virus Covid-19 ini ada.

Kemudian, pada 22 Maret 2020, di toko-toko daring bertepatan dengan merebaknya wabah korona, untuk produk yang sama harganya berkisar Rp 50.000-Rp 75.000 per botol.

Lonjakan harga hingga 400 persen ini memang logis secara ilmu ekonomi. Logikanya, saat permintaan banyak dan persediaan sedikit, maka kenaikan harga merupakan momentum pelaku usaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Akan tetapi, dalam konteks pandemi Covid-19 seperti saat ini, logika dasar ekonomi seharusnya dapat ditimbang juga atas nama kemanusiaan.

Belum lagi, banyak ditemukan di toko-toko daring para penjual hand sanitizer yang memproduksi sendiri lalu dijual kepada publik. Harganya pun bervariasi antara Rp 15.000 hingga Rp 75.000 per botol ukuran 100 mililiter. Padahal, penjualan hand sanitizer buatan sendiri ini pun sebenarnya berpotensi besar menyalahi dari segi aturan.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan aturan untuk ini.

Berdasarkan aturan tersebut, maka produk-produk kebersihan, seperti hand sanitizer, harus memiliki izin untuk dijual kepada umum. Jika melihat produk-produk di toko daring, hand sanitizer swadaya tersebut umumnya tidak memiliki izin BPOM.

Karena produk-produk itu tidak mengantongi izin, maka kandungan di dalamnya pun belum dapat dipastikan benar-benar sesuai dengan syarat dan prosedur yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO menganjurkan bahwa hand sanitizer berbahan dasar alkhohol dan mengandung etanol lebih dari 60 persen atau isopropanol lebih dari 70 persen. Maka, terbuka pula kemungkinan bahwa produk yang tidak memenuhi standar justru tidak akan efektif dalam menjaga kebersihan tangan dari virus.

Sementara itu, pihak produsen pun tidak berniat menaikkan harga produk untuk hand sanitizer yang mereka jual. Alasannya, harga produk yang beredar di pasaran tetap ada di setiap ritel atau penjual. Melonjaknya harga di toko daring juga tidak menutup kemungkinan adanya tindakan pemborongan di toko ritel dan kemudian dijual kembali.

Menjaga bersama

Garda depan penjaga dari praktik menaikkan harga di toko daring ialah para perusahaan toko daring tersebut. Di luar negeri, inisiatif dari penyedia jasa jual-beli daring  berani mengambil kebijakan untuk melakukan pembatasan hingga pemblokiran akun-akun penjual nakal ini.

Toko daring seperti Amazon, eBay, dan Walmart sudah melakukan pemblokiran terhadap para penjual yang menaikkan harga hand sanitizer untuk meraup banyak untung di tengah wabah ini.

Bukan hanya kepada para penjual hand sanitizer saja, melainkan juga para penjual masker dan tisu basah disinfektan. Para penyedia toko daring ini juga mencegah para penjual dadakan tidak dapat menjual ketiga barang tersebut selama wabah ini masih berlangsung.

Sudah Berlangganan? Silakan Masuk

Baca Berita Korona Terkini di Kompas.id, GRATIS

Harian Kompas berikan BEBAS AKSES untuk seluruh artikel di Kompas.id terkait virus korona.

Di toko daring, ketersediaannya masih dapat ditemukan, tetapi harganya jauh lebih tinggi daripada di toko ritel.

Begitu pula dengan media sosial Facebook yang memiliki fitur jual-beli di antara para penggunanya. Di laman resminya, Facebook membuat daftar kebijakan yang diambil, termasuk mencegah adanya praktik jual-beli peralatan kesehatan dengan harga yang tidak wajar.

CEO Facebook Sheryl Shanberg turut mengumumkan melalui akun pribadinya bahwa Facebook aktif berperan dalam mendukung  pembatasan sosial dalam ranah kerja dan menangkal informasi hoaks yang tersebar di sana.

Keputusan ini menyusul liputan investigatif dari koran The New York Times yang menemukan penjual hand sanitizer yang menyimpan 17.700 botol di gudang mereka.

Matt Colvin, penimbun hand sanitizer, itu pun mendapat komentar negatif dari para warganet karena tindakannya menimbun beribu barang yang tergolong langka saat ini. Dirinya pun mengaku kesulitan menjual secara daring karena toko-toko daring tidak memberikan akses bagi dirinya untuk berjualan.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Warga memilih masker berbahan kain yang dijual eceran di kawasan Pasar Asemka, Tamansari, Jakarta Barat, Kamis (19/3/2020). Menggunakan masker berbahan kain menjadi alternatif warga ketika masker medis langka di pasaran di tengah wabah Covid-19 seperti saat ini.

Dengan mencuplik data dari Amazon, The New York Times menemukan bahwa harga jual harian dari ketiga barang tersebut (hand sanitizer, masker N95, dan tisu basah disinfektan) mulai meningkat pada akhir Februari 2020. Saat itu, Amazon belum melakukan kebijakan pembatasan dan pemblokiran para penjual meski sudah mulai terjadi peningkatan harga secara signifikan.

Kisah akhirnya, Matt Colvin mendonasikan seluruh hand sanitizer yang ia miliki ke orang-orang yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya di Tennessee, Amerika Serikat. Meski demikian, temuan ini turut menggerakkan Bill Lee, perwakilan pemerintah Tennesse, mengeluarkan kebijakan darurat mengenai aturan menaikkan harga (price gouging) pada 12 Maret 2020. Dengan adanya aturan ini, maka penjual yang melakukan price gouging dapat dikenai kasus pidana.

Nyatanya, fenomena price gouging ini juga menarik perhatian Otoritas Persaingan dan Pasar (The Competition and Markets Authority/CMA) yang mengawasi harga barang dan jasa di Amerika Serikat.

Melalui laman resminya, CMA memberikan pernyataan untuk mendorong Pemerintah AS melakukan pengkajian dan mengambil kebijakan baru terkait price gouging yang terjadi. Pernyataan ini disampaikan demi menjaga kestabilan pasokan barang dan daya beli di kalangan konsumen.

Di tangan masyarakat

Di tingkat lembaga nasional, hanya Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang sudah mengeluarkan pernyataan resmi terkait fenomena langkanya barang-barang ini. Dalam siaran pers pada 2 Maret 2020, BPKN mengingatkan pemerintah untuk melakukan langkah strategis terkait perlindungan konsumen di tengah situasi wabah. Memang, dalam surat edaran ini, BPKN lebih mendorong pemerintah untuk ekonomi makro di Indonesia.

Walau sedikit terlambat, perusahaan toko daring di Indonesia mulai memberlakukan tindakan tegas terhadap penjual yang mengambil keuntungan dari penjualan komoditas kebersihan dan kesehatan di masa wabah korona tersebut.

Di luar negeri, penyedia jasa jual-beli daring berani melakukan pemblokiran akun-akun penjual nakal ini.

Tokopedia pada 23 Maret 2020 mengumumkan telah menutup permanen ribuan toko daring dan melarang tayang puluhan ribu produk yang terbukti memanfaatkan situasi.

Bukan semata kenaikan harga produk, berita terkait ekspor masker yang meningkat dari Indonesia bisa jadi membuat persediaan masker di domestik menjadi terbatas. Disebutkan, Badan Pusat Statistik mencatat terdapat kenaikan signifikan terkait jumlah ekspor masker yang masuk dalam kategori HS 63 atau barang tekstil lainnya. Pada Januari 2020, ekspor masker 2,1 juta dollar AS dan naik menjadi 75 juta dollar AS pada Februari 2020.

Menanggapi isu ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan larangan serta kebijakan ekspor dan impor untuk barang masker. Aturan ini untuk menjaga stok masker dalam negeri. Belum diketahui sampai kapan kebijakan ini akan diberlakukan.

Baca juga: Jurus Tujuh Negara Hadapi Korona

Situasi melejitnya harga produk pencuci tangan dan masker merupakan ironi gerakan pencegahan wabah korona. Saat pemerintah giat melakukan kampanye hidup sehat, pada saat bersamaan masyarakat kesulitan mencari sabun pencuci tangan, hand sanitizer, dan masker.

Pada akhirnya, masyarakat selaku konsumen mau tidak mau dituntut berperan secara inisiatif dan bijaksana untuk memenuhi kebutuhan alat kebersihan tersebut. Membuat hand sanitizer swadaya menjadi pilihan aman untuk menghindari praktik permainan harga di kalangan penjual. Selain itu, pola hidup bersih dan sehat menjadi harga mutlak di tengah situasi sekarang ini. (LITBANG KOMPAS)

Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?

Let's block ads! (Why?)



"harga" - Google Berita
April 01, 2020 at 07:00AM
https://ift.tt/3aEUyfi

Di Balik Melambungnya Harga ”Hand Sanitizer” dan Masker Saat Wabah Covid-19 - kompas.id
"harga" - Google Berita
https://ift.tt/2JQM9Kf
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Di Balik Melambungnya Harga ”Hand Sanitizer” dan Masker Saat Wabah Covid-19 - kompas.id"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.